Seiring berkembangnya penggunaan internet di Tanah Air, juga turut mendorong penggunaan media sosial. Dari survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada 2018, jumlah pengguna internet mencapai 171,17 juta jiwa atau 64,8% dari total penduduk 264,16 juta jiwa.
Tingginya pengguna internet, juga berbanding lurus dengan pengguna media sosial. Dari studi yang dilakukan Wearesosial Hootsuite yang dirilis Januari 2019 memperlihatkan bahwa pengguna media sosial di Indonesia mencapai 150 juta atau sebesar 56% dari total populasi. Jumlah tersebut naik 20% dari survei sebelumnya. Sementara pengguna media sosial mobile (gadget) mencapai 130 juta atau sekitar 48% dari populasi.
Bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hal ini merupakan sebuah tantangan sekaligus peluang untuk melakukan diseminasi kinerja dan hasil kerja pemerintah, termasuk dalam hal tugas pemberantasan korupsi. Selain cepat dan daya jangkau yang luas, media sosial juga bisa digunakan sebagai medium komunikasi untuk mendekatkan diri dan berdialog kepada masayarakat.
“Media sosial memungkinkan pemerintah untuk bicara langsung kepada masyarakat, dan langsung pula mendapatkan respons, seperti bicara dari orang ke orang lainnya,” kata Plt. Kepala Bagian Pelayanan Informasi dan Komunikasi Publik (PIKP) Biro Humas KPK Chrystelina GS dalam workshop komunikasi program pencegahan korupsi melalui media sosial bagi pemerintah daerah se-Kalimantan Timur pada Kamis-Jumat, 27-28 Juni lalu di Ruang Bina Bangsa Kantor Inspektorat Provinsi Kalimantan Timur.
Kegiatan itu diikuti 50 peserta yang berasal dari humas dan Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) tingkat provinsi, maupun kabupaten dan kota di Kalimantan Timur. Penguatan kinerja kehumasan, menjadi salah satu upaya KPK dalam memperkuat humas pemerintah daerah, sebagai bagian dari tugas di bidang koordinasi dan supervisi. Sehingga humas pemda dan Diskominfo diharapkan, selain mampu menyampaikan hasil kerja dan kinerjanya, juga turut menyebarkan konten antikorupsi.
Sebab, menurut Chrystelina, korupsi ada di sekitar kita dan hal itu bisa dicegah dengan menerjemahkan pesan dengan kreatif dan sederhana, seperti kemudahan saat mengurus KTP, transparansi pengurusan izin, perbaikan dalam pengelolaan lingkungan hidup, dan sebagainya.
“Melalui media sosial kita bisa menyebarkan upaya pencegahan korupsi yang sudah kita lakukan.”
Semua konten yang dihasilkan dari kegiatan ini akan dipublikasikan di media sosial Instagram menggunakan hashtag #aksikaltim dan KPK membuat akun untuk menampung kegiatan media sosial humas-humas pemerintah daerah dengan nama @aksihumas.
Melalui workshop ini diharapkan Pemerintah Daerah dapat memanfaatkan media sosial untuk membagikan upaya-upaya perbaikan yang telah mereka lakukan secara optimal, sehingga masyarakat dapat mengetahui bahkan mengawal program-program pencegahan korupsi yang dilakukan di daerah mereka.
Kegiatan serupa juga digelar dua hari berikutnya, yakni pada Sabtu-Ahad, 29-30 Juni. Kegiatan ini diikuti 35 peserta dari 15 komunitas yang ada di Kalimantan Timur. Mengapa komunitas penting?
“Kami melihat pentingnya komunitas untuk dapat berperan aktif dalam merespons setiap kebijakan pemerintah yang strategis melalui media sosial,” jelas Chrystelina.
Kegiatan workshop yang berlangsung selama empat hari ini juga menggandeng pegiat sosial local Samarinda, Iqsan dari komunitas You Kaltim dan juga praktisi media sekaligus perintis Good News from Indonesia (GNFI) Akhyari Hananto.
Lebih lanjut Iqsan menjelaskan bahwa terdapat rules of game yang perlu diterapkan dalam membuat konten, yaitu ide, komunikasi, berani, dan impact.
“Konten yang kita buat harus berani, tetapi tetap harus memperhatikan impact yang diciptakan. Jangan hanya berani tetapi harus memberikan dampak positif,” tambahnya.
Sedangkan Akhyari mengatakan perlunya membuat konten-konten yang disukai warganet, “Harus go visual, visual with emotion, dan go motion,” ujarnya.
(Humas)