Detail Info Terkini
Isi Informasi Tentang Kegiatan/Berita Di BBPK Ciloto
Dipublikasi Pada: Kamis, 20 Oktober 2022 - 09:31 WIB
Oleh : Ani Anisah, SKM, MKM
Widyaiswara Ahli Muda BBPK Ciloto
A. Pendahuluan
Dalam mewujudkan tujuan pembangunan kesehatan yaitu masyarakat sehat indonesia kuat, perlu adanya sinergi dari berbagai elemen baik itu SDM Kesehatan yang bergerak di pemerintahan, pelayanan ataupun pengembangan penelitian. Semua dituntut untuk selalu meningkatkan kompetensi dan profesionalitas.
Besarnya perhatian Pemerintah dalam peningkatan kompetensi bagi SDM Kesehatan selanjutnya direalisasikan oleh kementerian kesehatan melalui penempatan kompetensi dan pelatihan sebagai salah satu agenda transformasi SDM yang merupakan salah satu agenda transformasi penting dalam 6 (enam) pilar transformasi yang telah ditetapkan.
Transformasi tersebut adalah, transformasi pelayanan primer, pelayanan rujukan, ketahanan kesehatan, pembiayaan kesehatan, SDM kesehatan, dan transformasi teknologi kesehatan.
Di dalam transformasi SDM Kesehatan terdapat 3 kegiatan prioritas yaitu pemenuhan dan pemerataan tenaga kesehatan, peningkatan kompetensi dan pelatihan serta peningkatan dan pengelolaan jabatan fungsional.
Kementerian kesehatan sesungguhnya telah memberikan perhatian yang besar dalam pengembangan kompetensi SDM kesehatan melalui pelatihan, mencakup perencanaan, pengembangan, dan penjaminan mutu pelatihan.
Pengaturan ini telah dituangkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 725 tahun 2003, yang selanjutnya telah dituangkan secara eksplisit dalam Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Tenaga Kesehatan.
Pengaturan ini disusun untuk menjawab kebutuhan pengembangan kompetensi yang sangat besar baik dari aspek jumlah maupun jenisnya. Disisi lain kemampuan pemerintah yang terbatas menuntut dibukanya kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan pelatihan bidang kesehatan.
Penjaminan mutu penyelenggaraan pelatihan bidang kesehatan dilakukan melalui akreditasi institusi dan registrasi pelatihan. Pelatihan hanya dapat dilaksanakan oleh lembaga pelatihan terakreditasi dengan memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam kurikulum, dimana salah satu syarat yang diatur dalam akreditasi pelatihan adalah ketersediaan pengajar dan pengendali pelatih yang memenuhi syarat. Seorang profesional dan praktisi kesehatan untuk dapat mengajar harus memiliki sertifikat sebagai pelatih yang dibuktikan dengan sertifikat pelatihan untuk pelatih atau Pelatihan Tenaga Pelatih.
B. Urgensi Pentingnya Mikroteaching
Dalam pelaksanaan pembelajaran, keterampilan mengajar yang harus diterapkan oleh fasilitator sangat banyak. Kemampuan tersebut tidak datang begitu saja, tetapi harus dipelajari dan dilatih berulang sehingga menjadi kebiasaan positif bagi pelatih.
Mikroteaching bagi pelatih dapat berfungsi sebagai sarana untuk melatihkan setiap keterampilan dasar mengajar yang harus dimiliki, sebelum langsung tampil di kelas yang sesungguhnya.
Microteaching (pembelajaran mikro) adalah suatu kegiatan latihan belajar mengajar dalam situasi laboratoris. Artinya, microteaching sebenarnya juga merupakan real teaching tetapi dalam bentuk mini (skala kecil) yang dimaksudkan sebagai salah satu pendekatan yang digunakan untuk melatih, membekali serta memperbaiki ketrampilan mengajar (teaching skill) bagi pelatih.
Ada beberapa asumsi dasar yang men-jadi alasan perlunya mikroteaching, yaitu:
1. Pada umumnya pelatih tidak dilahirkan, melainkan dibentuk terlebih dahulu;
2. Keberhasilan seseorang menguasai hal-hal yang lebih kompleks sangat ditentukan oleh keberhasilannya dalam menguasai hal-hal yang lebih sederhana sifatnya;
3. Dengan menyederhanakan situasi latihan, maka perhatian dapat dipusatkan sepenuhnya kepada pembinaan ketrampilan dasar mengajar tertentu;
4. Dalam latihan yang sangat terbatas, pelatih lebih mudah mengontrol tingkah lakunya dibanding mengajar secara global yang bersifat kompleks, disamping itu sangat memungkinkan untuk mengadakan observasi yang sistematis dan obyektif
Tujuan Pembelajaran Mikro
1. memberi pengalaman mengajar yang nyata dan latihan sejumlah dasar ketrampilan meng-ajar secara terpisah
2. Calon pelatih dapat mengembangkan ketrampilan mengajarnya sebelum mereka terjun ke kelas yang sebenarnya
3. memberikan kemungkinan bagi calon fasilitator untuk mendapatkan bermacam-macam ketrampilan dasar mengajar serta memahami kapan dan bagaimana ketrampilan itu diterapkan
4. Mengembangkan sikap terbuka bagi peserta terhadap pembaharuan yang berlangsung di pelatihan.
C. Analisis Strategi Pembelajaran ToT Pada Pelatihan Bidang Kesehatan
Dari hasil observasi dan studi kasus penulis melalui SIAKPEL (Sisitem Informasi Akreditasi Pelatihan), Direktorat Peningkatan Mutu Tenaga Kesehatan, pada umumnya Rancangan Pembelaaran teknik melatih umumnya membahas 5 topik :
1. Pembelajaran Orang Dewasa
2. Penyusunan Rencana Pembelajaran
3. Metode Pembelajaran
4. Media dan Alat Bantu Pelatihan
5. Presentasi Interaktif
6. Evaluasi
Adapun secara strategi dalam pembelajaran ToT, dari hasil pengamatan kurikulum di SIAKPEL, mikroteaching tergagi kedalam 3 strategi :
1. Pembelajaran dengan sekuen : substansi + teknik Melatih + mikroteaching (TOT)
2. Pembelajaran dengan model : teknik melatih substansi + mikroteaching (Surveilans Epidemiologi)
3. Pembelajaran dengan model: teknik melatih + substansi + mikroteaching
D. Strategi pemodelan teknik melatih dengan metode permodelan
Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan pelatihan:
1. Kurikulum Modul
2. Kemampuan Master Trainer
3. Persiapan dalam pelaksanaan ToT
dari faktor tersebut, kedudukan pelatih sangatlah penting. Hanya saja hal yang sering dilupakan adalah bagaimana membekali para master trainer dalam melatih juga. Master trainer lebih banyak ditekankan pada substantif bukan pada permodelan melatih substantif sesuai dengan kurikulum yang telah disusun. Bahkan terkadang para master trainer pun terlupa pada kurikulum dan modul yang sebenernya telah disusun, sehingga peserta bahkan asing kembali dengan kurikulum atau materi yang akan diajarkan kembali pada saat implementasi di pelatihan teknis.
Ada beberapa hal strategi dari sisi peserta yang mungkin bisa dikembangkan :
1. Melakukan pelatihan secara flip class dengan menggunakan metode :
Self Learning (mandiri) untuk mereview kurikulum teknis yang dilanjutkan dengan pembelajaran kelas (full online/ klasikal/ blended)
2. Melaksanakan penugasan telaah komponen melatih pada setiap materi inti/ substansi seperti : point - point penting substansi, substansi mana yang perlu diperdalam, metode pembelajaran, media dan alat bantu, analisis situasi kelas dan teknik presentasi serta jenis evaluasi yang dilakukan master trainer dibandingkan dengan kurikulum.
3. Melakukan diskusi review dari hasil penugasan review yang dilanjutkan pembuatan rencana pembelajaran oleh peserta
4. Melakukan simulasi per materi inti
5. Melakukan fasilitasi teknik melatih secara sekuen antara praktik, penugasan dan simulasi (mikroteaching)
6. Melakukan evaluasi mikroteaching yang dilanjutkan dengan melakukan pengulangan mikroteaching berdasarkan hasil evaluasi
<< kembali ke indeks berita
Berita Lainnya: